Model Pembelajaran Problem Solving

Berkembangnya paradigma dalam pembelajaran dari behavauristik menjadi konstruktifistik melahirkan temuan-temuan model pembelajaran baru salah satunya model pembelajaran problem solving. Salah satu hal yang penting dalam memilih strategi pembelajaran adalah harus disesuaikan dengan karakteristik materi. Pembelajaran kimia yang ideal adalah pembelajaran yang mengkaji berbagai aspek dari konsep-konsep yang dipelajari, karena konsep-konsep kimia mencakup aspek konseptual dan algoritmik yang sebagian besar merupakan penggambaran abstrak, maka pembelajaran kimia yang ideal adalah yang mampu mengintegrasi kedua aspek tersebut. Mengingat materi dalam pokok bahasan kimia banyak melibatkan konsep, prinsip, aturan serta perhitungan secara matematika, maka perlu diupayakan suatu metode pegajaran yang dapat memudahkan siswa memahami materi tersebut.




Saat ini banyak dikembangkan pendekatan baru dalam pembelajaran, salah satunya problem solving (pemecahan masalah). John Dewey adalah orang yang pertama kali mengenalkan pendekatan pemecahan masalah (problem solving) di sekolah. Menurutnya, masalah adalah suatu yang diragukan atau sesuatu yang belum pasti. Pemecahan masalah, menekankan agar pembelajaran yang diberikan dapat memberi siswa kemampuan bagaimana cara memecahkan masalah yang obyektif dan tahu benar yang sedang dihadapi. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan aktivitas mental yang kompleks dan melibatkan visualisasi, imajinasi, abstraksi dan kumpulan gagasan atau ide-ide dalam meramu untuk mencari solusi dari permasalahan yang dihadapi, memecahkan masalah, dan memeriksa jika masalah sudah dipecahkan. Landasan dalam pemecahan masalah adalah pemahaman aspek konseptual dan aspek algoritmik, yang pengoperasian matematikanya membutuhkan keterampilan dan latihan (Tingle and Good, 1990). Dengan strategi problem solving diduga akan dicapai hasil belajar yang optimal, baik pemahaman konseptual maupun pemahaman algoritmik.

Problem solving sangat cocok digunakan dalam mengajarkan materi yang banyak melibatkan konsep-konsep dan perhitungan. Hal tersebut dapat dilihat dalam penyelesaian masalah dalam model problem solving, yaitu dapat berupa penyelesaian secara kuantitatif maupun kualitatif. Penyelesaian kuantitatif penggunaan rumus yang sesuai sehingga dapat menjawab masalah yang diberikan. Sedangkan penyelesaian kualitatif dapat dilakukan dengan penyimpulan dan logika sehingga pemecahan masalah dapat dikaitkan antara logika yang ada dengan masalah yang ada.

Model pembelajaran Problem Solving mempunyai beberapa langkah yang dapat dilaksanakan dalam pembelajaran kimia. Ada beberapa ahli yang mengajukan langkah-langkah model pembelajaran Problem Solving, akan tetapi model Problem Solving yang diajukan oleh Polya lebih fleksibel dibandingkan dengan yang lainnya dan sering digunakan dalam penelitian (Wilson dkk, 1995). Polya (2004) menyatakan ada empat langkah dalam model Problem Solving yaitu memahami masalah, merancang rencana solusi, melaksanakan rencana solusi dan review (pengecekan)

Berdasarkan pemaparan di atas penerapan pembelajaran dengan strategi Problem Solving diawali dengan fase analisis masalah yaitu fase dimana siswa memahami permasalahan, masalah tersebut harus dianalisis sedemikian rupa sehingga, dapat dipilah hal-hal yang diketahui dan yang tidak diketahui. Untuk tahap ini, perlu dijawab pertanyaan, pertanyaan seperti apa yang diketahui dan yang belum diketahui, apa ketentuan dan bagaimana persyaratan-persyaratanya. Tahap selanjutnya adalah penyusunan penyelesaian masalah (perencanaan) yaitu tahap dimana siswa menemukan semua materi konsep-konsep atau unsur-unsur pengetahuan yang erat kaitannya dengan masalah yang dihadapi dan kemudian menyeleksi informasi yang tepat yang dapat digunakan untuk menyusun rencana penyelesaian. Pada tahap ini siswa dilatih untuk memanfaatkan informasi yang telah diperoleh dan merencanakan strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Tahap ketiga adalah penyelesaian/pemecahan masalah dimana pada tahap ini dilakukan penggabungan bagian-bagian informasi yang terpisah-pisah tadi untuk menghasilkan suatu jawaban penyelesaian. Penyelesaian masalah dapat berupa penyelesaian secara kuantitatif maupun kualitatif. Tahap terakhir adalah pengecekan dimana pada tahap ini dilakukan serangkaian evaluasi dari seluruh tahap sehingga diperoleh penyelesaian yang tepat.

Pada implementasinya model problem solving banyak mengalami kendala dalam proses pembelajaran. Kendala disebabkan sulitnya siswa menghubungkan konsep yang telah diperoleh dengan konsep yang akan dipelajari, sehingga terhambat pada tahap analisis masalah dan perencanaan pada sintak problem solving. Selain itu daya ingat siswa yang berbeda-beda menyebabkan lambatnya penyelesaian suatu masalah. Hal ini akan berpengaruh dalam proses problem solving yang dilakukan.
Berikut ini saya berikan contoh skenario penerapan model pembelajaran problem solving dimana dosen akan membahas tentang materi yield reaction

Dosen memberikan pengantar pada materi yield reaction
Terkadang mereaksikan zat kimia, hasil yang diperoleh lebih kecil dari diharapakan/berdasarkan teori. Apakah yang menyebabkan demikian?
Jawaban yang diharapkan :
Reaktan yang digunakan tidak murni. atau mungkin saja teknik reaksi yang digunakan tidak begitu baik. Tidak menutup kemungkinan, reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan, sehingga kita tidak akan pernah memperoleh hasil 100% dari perubahan reaktan menjadi produk, bahkan ada reaksi yang berlangsung 100% tetapi sulit untuk memperoleh kembali seluruh produk dari setengah reaksi. Beberapa reaksi berlangsung kompleks, sehingga antar produk yang terbentuk bereaksi kembali membentuk produk yang lain.
Kalau begitu bagaimana kita mengukur efisiensi dari suatu reaksi kimia? Untuk menjawab pertanyaa tersebut, perhatikan contoh berikut:
Dosen memberikan contoh problem
Nitrogliserin (C3H5N3O9) merupakan bahan peledak yang memiliki kekuatan sangat dahsyat. Reaksi dekomposisinya dapat ditunjukan sebagai berikut:

4C3H5N3O9 → 6 N2 + 12 CO2 + 10 H2O + O2

Reaksi berlangsung pada suhu sangat tinggi dan menghasilka banyak gas, bersamaan dengan kecepatan ekspansinya dalam menghasilkan ledakan. (a) Berapakah jumlah maksimum O2 yang dapat terbentuk dari 200 g nitrogliserin? (b) berapakah persen hasil dari reaksi ini jika oksigen yang dihasilkan sebesar 6,55 gram?

Dosen mencontohkan pemecahan masalah menggunakan tahapan problem solving

Mahasiswa dan dosen bersama-sama memecahkan contoh problem

Diharapkan mahasiswa memperhatikan penjelasan dosen dengan seksama, serta mengajukan pertanyaan, apabila ada yang belum dimengerti dari penjelasan dosen

Tahap Analisis Masalah


Diketahui :
Zat-zat yang terlibat dalam reaksi :
Nitrogliserin (C3H5N3O9) 200 g , massa molar: 227g/mol
Gas Oksigen (O2) hasil sebernarnya : 6,55 gram, massa molar 32 g/mol
Ditanya:
Hasil maksimum pembentukan O2
% yield reaction jika hasil gas Oksigen (O2) sebernarnya : 6,55 gram

Tahap Perencanaan


Menuliskan persamaan reaksi
Menentukan mol Nitrogliserin (C3H5N3O9)
Berdasarkan nisbah stoikiometri hitunglah jumlah mol O2
Menghitung massa teoritik O2
Membandingkan hasil sebenarnya dengan hasil teoritk

Tahap Pemecahan Masalah

1. Menuliskan persamaan reaksi

4C3H5N3O9 → 6 N2 + 12 CO2 + 10 H2O + O2


2. Menentukan mol Nitrogliserin (C3H5N3O9)
Mol C3H5N3O9
: 200gram x (1 mol CaCO3 / 227 gram)
: 0,88 mol

3. Berdasarkan nisbah stoikiometri hitunglah jumlah mol O2
Mol O2 = 0,88 mol C3H5N3O9 x ( 1 mol O2/ 4 mol C3H5N3O9)
= 0,22 mol

4. Menghitung massa maksimum O2
Massa O2 = 0,22 mol x(32 gram/ 1mol)
= 7,048 gram

5. Membandingkan hasil sebenarnya dengan hasil teoritik:
Yield reaction = (Hasil sesungguhnya/ Hasil teoritis x 100%)
Yield reaction = (6,55 gram/7,048 gram) x100%
= 92,9 %

Tahap pengecekan

Penyesuaian koefisen reaksi berdasarkan hukum kekekalan massa
Penentuan nisbah stoikiometri sudah benar.
Hasil reaksi teoritis selalu lebih besar dari hasil reaksi sebenarnya
Yield reaction biasanya selalu kurang dari 100%
Demikian ulasan singkat tentang model pembelajaran problem solving serta contoh penerapanya di kelas semoga bermanfaat ^_^

Referensi

Tingle, B.J., & Good, R. 1990. Effect of Cooperative Grouping On Stoichiometric Problem Solving in High School Chemistry. Journal of Research In Science Teaching, 27 (7): 671-683.
Wilson, K.G., Stelzer, J.Bergman, J.N., Kral, M.J.,Inayatullah, M.,Elliot, C.A. 1995. Problem Solving, Stress, and Coping in Adollescent Suicide Attempts. Suicide and Life-Threatening Behavior, 25(2):241-252.
Polya, G. 2004. How To Solve It (John Conway, Ed). United State of America: Princention University Press.

6 komentar:

  1. Wah jadi tertarik ni buat nerapin di kelas...makasih kakak buat pembhasannya yg dalam n ada contohnya lagi jadi lebih paham :)

    BalasHapus
  2. Thanks infonya ratukimia ...ditunggu model pembelajaran yg lain ya

    BalasHapus
  3. Siap,,,ikutin terus updatenya y mbak :)

    BalasHapus
  4. Selamat mencoba ya mbak semoga berhasil ^_^

    BalasHapus
  5. Mbak saya masih bingung kegiatan di tahap pengecekan? Mohon pencerahannya terimakasih :)

    BalasHapus
  6. Baik mbak,,untuk tahap pengecekan kegiatan yg bisa dilakukan antara lain melakukan pengecekan bersama tiap tahap yg sudah dilakukan apa sudah benar dan sesuai kaidah ..semoga bisa dipahami ya mbak terimakasih ^_^

    BalasHapus

Silakan berkomentar. Catatan: semua komentar akan dimoderasi